Darmakradenan_ Bak Spiderman yang merayap di tebing gedung kota, Sakim (37) nampak begitu yahud mendaki bukit kapur di Desa Darmakradenan Kecamatan Ajibarang Banyumas. Tangannya yang keras, terlihat begitu terampil memanjat.
Tebing setinggi 60 meter itu, dia panjat hanya dengan seutas tali. Tali berwarna biru itu dia lilitkan di pinggangnya. “Talinya cukup kuat kok,” ujar Sakim sebelum memanjat.
Sakim merupakan satu dari ribuan penduduk Darmakradenan yang bekerja sebagai penambang batu kapur. Penduduk desa itu sendiri mencapai 10.000 jiwa.
Sebagai penambang batu kapur, Sakim dan sejawatnya harus berjudi dengan malaikat maut. “Beberapa teman saya ada yang jatuh dari tebing itu,” ujar Sakim sambil menunjuk suatu bukit yang tak jauh dari tempatnya. Kalau Sakim sendiri, “Amit-amit deh kalau sampai jatuh,” selorohnya miris.
Untuk menggali tebing kapur yang keras, Sakim hanya mengandalkan linggis. Kadang-kadang, dia menggunakan dinamit dengan daya ledak rendah untuk menghancurkan tebing. Semua dia kerjakan sendiri.
Penghasilan penambang kapur ternyata tak sebanding dengan bahaya yang diterima. Untuk satu truk kapur, Sakim hanya mendapatkan Rp 30 ribu. Dia bisa mengumpulkan satu truk kapur dalam waktu tiga hari. Uang tersebut pun tak dia bawa pulang sendiri. Dia menyisihkan Rp 10 ribu untuk pemilik tebing.
Madsaid (51), penambang lainnya mengaku pernah jatuh dari tebing. “Saya bersyukur hanya luka ringan”” katanya.
Meski bekerja penuh resiko, baik Sakim maupun Madsaid mengaku tak punya pilihan pekerjaan lain. Untuk menambah penghasilan, kadang-kadang mereka menanam palawija di lahan perkebunan kakao milik PT Rumpun Sari Antan.
“Masalahnya kalau ada kakao hilang, kami takut dituduh mencuri seperti Mbok Minah,” ujar Madsaid.
Sambil menghisap rokok yang dilintingnya sendiri, Madsaid berkisah tentang kegalauan masa depannya. Dia mendengar, tak berapa lama lagi, hamparan bukit putih kapur yang selama ini menjadi tumpuan hidupnya akan berubah menjadi pabrik semen.
Mengingat usianya, dia ragu, tenaganya akan dipakai oleh perusahaan semen itu. Jika tak dipakai lagi, “Saya tidak tahu akan bekerja apa lagi,” katanya.
Direktur Utama Sinar Tambang Arthalestari, Suwadi Bing Adi mengatakan, perusahaannya akan menginvestasikan uang senilai Rp 2,3 triliun untuk membangun pabrik semen di tempat itu. “Pabrik ini akan berada di wilayah Kecamatan Ajibarang dan Kecamatan Gumelar,” katanya.
Suwadi mengatakan, untuk mendirikan pabrik berikut areal penambangannya, perusahaannya membutuhkan areal seluas 360 hektare. Wilayahnya, mencakup belasan desa di wilayah Kecamatan Ajibarang dan Gumelar.
Menurut dia, dalam rencana tersebut, mereka sudah mulai melakukan proses pembelian lahan warga setempat yang akan digunakan sebagai areal pabrik dan areal penambangan. Saat ini, luas lahan yang dibebaskan sudah sekitar 34 hektare.
Dia berjanji, jika perusahaannya sudah berdiri, tenaga kerja akan diprioritaskan berasal dari warga setempat. Menyangkut jaminan kondisi lingkungan di lokasi pabrik dan penambangan, dia menjamin masalah ini akan sangat diperhatikan. Bahkan mengenai kekhawatiran sebaran debu akibat proses operasional pabrik semen, dia menyatakan akan ditekan seminimal mungkin.
Berdasarkan data yang tertuang dalam draft Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL dan RPL), pabrik tersebut direncanakan akan memiliki kapasitas produksi sebanyak 2,5 juta ton per hari. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang terserap, mencapai 318 karyawan teknis. Rencananya, semen produksi pabrik semen di Banyumas ini akan diberi nama Panasia Cement.