DARMAKRADENAN_ Akibat dari musim hujan yang datang beberapa bulan lalu para perajin gula kelapa di Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, mengalami penurunan produksi.
Produksi gula kelapa di tingkat petani hanya mampu menghasilkan 4 sampai 5 kg/hari, padahal sebelumnya mencapai 9 sampai 10 kg/hari, sementara harga rata-rata mencapai Rp 14.000/kg dari hasil produksi yang mereka jual ke pengepul di Pasar Ajibarang.
Sejumlah petani gula kelapa Grumbul Cigebang, Desa Darmakradenan menuturkan, Jika nira (manggar)nya di sadap keluarnya cuma sedikit apalagi di musim sekarang air nira yang keluar bercampur dengan air hujan jika diproduksi menjadi gula, warnanya menjadi putih. “Air nira kelapa yang sudah dimasak menjadi gula juga susah dicetak karena lembek,” tutur Rasidin (39), warga RT 01 RW 05, Selasa (19/1) siang.
Pendapatan yang diperoleh Rasidin tidak satu minggu penuh, karena umumnya petani gula kelapa menggunakan sistem bagi hasil dengan pemilik pohon. “Pendapatan hasil produksi gula sekarang sangat sedikit karena kesusahan dan takut memanjat pohon kelapa yang licin saat terkena air hujan,” imbuh dia.
Petani gula kelapa lainnya, Burhan (38) menambahkan, penurunan pengahasilan ini cukup mengancam roda ekonomi warga, karena penghasilan warga hanya dari penjualan gula kelapa. “Nasib petani sekarang sedang kurang baik, karena penghasilan yang diperoleh pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan keluarga,” terangnya.
“Pada musim penghujan pembuat gula kelapa juga kesulitan mendapatkan kayu bakar kering untuk memasak nira tersebut,” lanjutnya menjelaskan alasan lainnya. Di desa yang dikenal sebagai sentra penghasil gula kelapa di Desa Darmakradenan ini terdapat sekitar 60 penderes. (miip).
Darmakradenan_ Bak Spiderman yang merayap di tebing gedung kota, Sakim (37) nampak begitu yahud mendaki bukit kapur di Desa Darmakradenan Kecamatan Ajibarang Banyumas. Tangannya yang keras, terlihat begitu terampil memanjat.
Tebing setinggi 60 meter itu, dia panjat hanya dengan seutas tali. Tali berwarna biru itu dia lilitkan di pinggangnya. “Talinya cukup kuat kok,” ujar Sakim sebelum memanjat.
Sakim merupakan satu dari ribuan penduduk Darmakradenan yang bekerja sebagai penambang batu kapur. Penduduk desa itu sendiri mencapai 10.000 jiwa.
Sebagai penambang batu kapur, Sakim dan sejawatnya harus berjudi dengan malaikat maut. “Beberapa teman saya ada yang jatuh dari tebing itu,” ujar Sakim sambil menunjuk suatu bukit yang tak jauh dari tempatnya. Kalau Sakim sendiri, “Amit-amit deh kalau sampai jatuh,” selorohnya miris.
Untuk menggali tebing kapur yang keras, Sakim hanya mengandalkan linggis. Kadang-kadang, dia menggunakan dinamit dengan daya ledak rendah untuk menghancurkan tebing. Semua dia kerjakan sendiri.
Penghasilan penambang kapur ternyata tak sebanding dengan bahaya yang diterima. Untuk satu truk kapur, Sakim hanya mendapatkan Rp 30 ribu. Dia bisa mengumpulkan satu truk kapur dalam waktu tiga hari. Uang tersebut pun tak dia bawa pulang sendiri. Dia menyisihkan Rp 10 ribu untuk pemilik tebing.
Madsaid (51), penambang lainnya mengaku pernah jatuh dari tebing. “Saya bersyukur hanya luka ringan”” katanya.
Meski bekerja penuh resiko, baik Sakim maupun Madsaid mengaku tak punya pilihan pekerjaan lain. Untuk menambah penghasilan, kadang-kadang mereka menanam palawija di lahan perkebunan kakao milik PT Rumpun Sari Antan.
“Masalahnya kalau ada kakao hilang, kami takut dituduh mencuri seperti Mbok Minah,” ujar Madsaid.
Sambil menghisap rokok yang dilintingnya sendiri, Madsaid berkisah tentang kegalauan masa depannya. Dia mendengar, tak berapa lama lagi, hamparan bukit putih kapur yang selama ini menjadi tumpuan hidupnya akan berubah menjadi pabrik semen.
Mengingat usianya, dia ragu, tenaganya akan dipakai oleh perusahaan semen itu. Jika tak dipakai lagi, “Saya tidak tahu akan bekerja apa lagi,” katanya.
Direktur Utama Sinar Tambang Arthalestari, Suwadi Bing Adi mengatakan, perusahaannya akan menginvestasikan uang senilai Rp 2,3 triliun untuk membangun pabrik semen di tempat itu. “Pabrik ini akan berada di wilayah Kecamatan Ajibarang dan Kecamatan Gumelar,” katanya.
Suwadi mengatakan, untuk mendirikan pabrik berikut areal penambangannya, perusahaannya membutuhkan areal seluas 360 hektare. Wilayahnya, mencakup belasan desa di wilayah Kecamatan Ajibarang dan Gumelar.
Menurut dia, dalam rencana tersebut, mereka sudah mulai melakukan proses pembelian lahan warga setempat yang akan digunakan sebagai areal pabrik dan areal penambangan. Saat ini, luas lahan yang dibebaskan sudah sekitar 34 hektare.
Dia berjanji, jika perusahaannya sudah berdiri, tenaga kerja akan diprioritaskan berasal dari warga setempat. Menyangkut jaminan kondisi lingkungan di lokasi pabrik dan penambangan, dia menjamin masalah ini akan sangat diperhatikan. Bahkan mengenai kekhawatiran sebaran debu akibat proses operasional pabrik semen, dia menyatakan akan ditekan seminimal mungkin.
Berdasarkan data yang tertuang dalam draft Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL dan RPL), pabrik tersebut direncanakan akan memiliki kapasitas produksi sebanyak 2,5 juta ton per hari. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang terserap, mencapai 318 karyawan teknis. Rencananya, semen produksi pabrik semen di Banyumas ini akan diberi nama Panasia Cement.
DARMAKRADENAN – Warga sekitar Darmakradenan mempercayai Wilayah RW 07 Grumbul Darma Wetan kali itu merupakan kuburan para leluhur yaitu kuburan yang sekarang disebut makam Nyai Lumpang. Para leluhur itu meninggal saat jaman Majapahit dan sebelum nama Desa menjadi Darmakradenan. Karena itu, di sekeliling makam Nyai Lumpang banyak makam keramat. Makam ini sering menjadi tempat ziarah masyarakat, terutama pada bulan Syura.
Eyang Warsono Sudin, 57 tahun, seorang juru kunci makam Nyai Lumpang, menceritakan, di Wilayah RW 07 Grumbul Darma Wetan Kali, terdapat banyak makam keramat salah satu dari makam tersebut yaitu seorang Nyai istri dari Mbah Darmakusuma alias Darmajaya alias Darmasurya alias Darmasejati, Mbah Darmakusuma dipercaya sebagai orang sakti yang berasal dari Desa Dermaji. Dia menetap di Darmakradenan kemudian kembali ke Dermaji hingga ajalnya.
Namun, sebelum meninggalkan Darmakradenan, konon Mbah Darmakusuma pernah menetap di Paningkaban di sana dia dijuluki dengan sebutan Mbah Darmasurya yang saat ini banyak sekali warga disekitar Desa tersebut mata pencahariannya sebagai penambang emas dengan kata lain surya itu sinar jadi wilayahnya bersinar atau banyak emasnya, beber Sudin.
Dari beberapa yang diceritakan Eyang Sudin sampai saat ini belum tau nama asli Nyai Lumpang,”Nama itu hanya julukan saja, dari juru kunci sebelumnya saya tanya juga ora patia paham gweh (tidak tau).”katanya, Senin (4/1).
Warga sekitar dulunya sering mendengar suara seperti orang menumbuk padi, “Memang semenjak ada makam di situ, waktu kecil saya juga sering mendengar,saat malam Jum’at Kliwon terdengar seperti suara orang menumbuk padi sampai nyaring dan menggema, dan di situ lumpang (tempat menumbuk padi)nya juga masih ada.”tambah Eyang Sudin.
Eyang Sudin memang tidak ada garis keturunan dari Mbah Darmakusuma, namun dia kerap ke Darmaji untuk berziarah ke makamnya, dari sinilah Eyang Sudin mendapat amanat dari juru kunci makam Mbah Darmakusuma yang ada di Desa Darmaji untuk merawat makam Nyai Lumpang dan sekaligus menjadi juru kunci yang ke-15.
Tak jauh dari makam Nyai Lumpang, ada dua makam lagi yang masih alami. Warga percaya itu adalah pengikut Nyai, yaitu Mbah Hanggoro alias bambah Bathok dan Mbah Singomerjo alias eyang blender. Nama itu di ungkapkan Tohidin (50) saat beristirahat dan tertidur di sekitar makam,”Waktu tahun lalu saya selesai mencangkul dan beristirahat kemudian tertidur datang dua orang menemui saya, orangnya tinggi besar dan berjenggot dia mengaku nama Hanggoro dan Singomerjo, dia berdua juga berpesan untuk tidak merusak dan mengambil apa yang ada di daerah makam seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan lainnya apalagi sampai merusak tanah.”katanya.
“Kalau di Wilayah ini khususnya RW 07, Banyak makam keramat. Di sebelah selatan sungai juga ada makam Raden Ayu, Makanya jangan sombong dan ngomong sembarangan jika melewati makam ini, karena banyak penghuninya,” tambah Tohidin Warga setempat.
Dari makam seorang perempuan dan bentuk batu lumpang serta suara yang sering terdengar itulah warga sekitar menamai dengan sebutan Nyai Lumpang.
Jemari Darso terlihat lincah memegang senur-senur jala. satu demi satu benang dirangkainya menjadi sebuah jaring. Tak cukup sehari jaring berukuran 3 meter itu jadi. Tapi butuh sekitar sebulan.”bahkan lebih karena pekerjaan ini cukup rumit,” jelasnya.
Namun ayah umur 50 tahun itu harus pasrah dengan keadaannya saat sekarang. kemahiraannya menenun jaring telah menurun. Apalagi kornea matanya telah kelabu dan harus disambung pula dengan kaca mata tebalnya.
“dulu jaring buatan saya jadi buruan nelayan ikan sungai Tajum, dan dari daerah-daerah lain bahkan bisa terjual sampai ke Ciamis Tapi sekarang tak lagi, apalagi sekarang ini sudah banyak yang beralih mencari emas,” kenang ayah lima anak itu, kamis (07/01).
Pekerjaan membuat jaringpun tak lagi dapat diandalkan sebagai penyambung hidup karena minat pembeli jaring terus menurun. Pekerjaan menjadi nelayan sungai kini tak lagi ditekuni karena dari segi penghasilan tak menjanjikan. Belum lagi kondisi sungai yg tercemar dan kotor. Akibatnya ikanpun banyak yg mati.
“Menjaring ikan sekarang ini hanya sekedar hobi saja. Kalau yang mau menjadi nelayan ikan sungai ya itu cuma sampingan saja,” ujar Mantan Kadus III Warsono.
Satu buah jala dijual Darso antara Rp.450 ribu hingga Rp.800 ribu tergantung dimana jala tersebut digunakan, ada yang di gunakan di sungai yang berbatu, juga ada yang di gunakan di sungai yang berlumpur,ukuran senur-senurpun beda. Jala Paling murah dinilai Rp.450 ribu dengan panjang 3 m. dan harga Rp.800 ribu berukuran 5 m.
Demi sesuap nasi, biarpun jarang yang beli, Bapak yang baru memiliki satu cucu ini masih terus bersemangat untuk menenun senur-senur jala, setiap hari Darso selalu memamerkan jala yang sudah di buatnya,”Tiap pagi saya selalu menaruh jala di depan rumah,eh..syukur-syukur ada yang mau beli,” harap Darso warga RT 04 RW 10 Grumbul Kalibeber.
Yunus (40) perajin kebaya bordir asal Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang sedang menggarap kebaya bordir pesanan pelanggan.
PusInfoDarma_ Desa Darmakradenan Kecamatan Ajibarang selain memiliki sumber daya alam batu kapur yang melimpah juga memiliki sentra perajin bordir yang pangsa pasarnya menembus kota-kota besar di Indonesia. Tepatnya di RW 7, mayoras warganya punya home industri bordiran. Yunus (40) satu perajin bordir menuturkan usaha perajin bordir di Desa Darmakradenan sudah berlangsung puluhan tahun.
Bahkan hasil bordiran mereka merambah ke Yogyakarta, Jakarta, Padang, Palembang dan kota-kota besar lainnya. “Saya setiap minggunya stok barang ke sebuah butik di Jakarta sekitar 26 stel kebaya bordir,” katanya, belum lama ini di rumahnya RT 3/RW 7.
Yang memesan hasil kebaya bordirannya itu, tidak hanya masyarakat biasa, akan tetapi para pejabat dan tokoh nasional pernah mengorder padanya. “Saya pernah menerima setelan bahan kebaya dari pemilik butik pelanggan saya, nah di bungkus plastiknya tertulis untuk Ibu Presiden Ani Yuidhoyono, dan mantan Presiden RI ke 5, Ibu Megawati Soekarnoputri,” katanya.
Ia mengaku terkejut menerima order dari istri Presiden SBY dan Ibu Megawati itu. “Pokoknya supaya hasilnya bagus, saya memilih karyawan yang paling pintar menjahit, digarap dengan sangat hati-hati, supaya memuaskan hasilnya. Alhamdulillah setelah kami kirim tidak ada complain,” kata ayah dua anak ini.
Selain Bu Ani Yudhioyono dan Megawati, ia juga mengaku menerima order puluhan setel kebaya border dari mantan gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo saat pertama kali dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta. “Sewaktu Fauzi Bowo dilantik jadi Gubernur DKI Jakarta, kami menerima order puluhan kebaya bordir, mungkin dipakai untuk para pejabat bawahannya. Kami garap tepat waktu,” katanya.
Berapa honor yang ia terima, Yunus tak mau membicarakan secara gamblang. “Kalau orderan biasa kami banderol harga Rp 400-500 ribu, tapi untuk bu Ani Yudhoyono dan bu Megawati di atas pengorder biasa. Yang terpenting kami dipercaya membuatkan kebaya bordir tokoh nasional sangat membanggakan,” katanya.