DARMAKRADENAN – Warga sekitar Darmakradenan mempercayai Wilayah RW 07 Grumbul Darma Wetan kali itu merupakan kuburan para leluhur yaitu kuburan yang sekarang disebut makam Nyai Lumpang. Para leluhur itu meninggal saat jaman Majapahit dan sebelum nama Desa menjadi Darmakradenan. Karena itu, di sekeliling makam Nyai Lumpang banyak makam keramat. Makam ini sering menjadi tempat ziarah masyarakat, terutama pada bulan Syura.
Eyang Warsono Sudin, 57 tahun, seorang juru kunci makam Nyai Lumpang, menceritakan, di Wilayah RW 07 Grumbul Darma Wetan Kali, terdapat banyak makam keramat salah satu dari makam tersebut yaitu seorang Nyai istri dari Mbah Darmakusuma alias Darmajaya alias Darmasurya alias Darmasejati, Mbah Darmakusuma dipercaya sebagai orang sakti yang berasal dari Desa Dermaji. Dia menetap di Darmakradenan kemudian kembali ke Dermaji hingga ajalnya.
Namun, sebelum meninggalkan Darmakradenan, konon Mbah Darmakusuma pernah menetap di Paningkaban di sana dia dijuluki dengan sebutan Mbah Darmasurya yang saat ini banyak sekali warga disekitar Desa tersebut mata pencahariannya sebagai penambang emas dengan kata lain surya itu sinar jadi wilayahnya bersinar atau banyak emasnya, beber Sudin.
Dari beberapa yang diceritakan Eyang Sudin sampai saat ini belum tau nama asli Nyai Lumpang,”Nama itu hanya julukan saja, dari juru kunci sebelumnya saya tanya juga ora patia paham gweh (tidak tau).”katanya, Senin (4/1).
Warga sekitar dulunya sering mendengar suara seperti orang menumbuk padi, “Memang semenjak ada makam di situ, waktu kecil saya juga sering mendengar,saat malam Jum’at Kliwon terdengar seperti suara orang menumbuk padi sampai nyaring dan menggema, dan di situ lumpang (tempat menumbuk padi)nya juga masih ada.”tambah Eyang Sudin.
Eyang Sudin memang tidak ada garis keturunan dari Mbah Darmakusuma, namun dia kerap ke Darmaji untuk berziarah ke makamnya, dari sinilah Eyang Sudin mendapat amanat dari juru kunci makam Mbah Darmakusuma yang ada di Desa Darmaji untuk merawat makam Nyai Lumpang dan sekaligus menjadi juru kunci yang ke-15.
Tak jauh dari makam Nyai Lumpang, ada dua makam lagi yang masih alami. Warga percaya itu adalah pengikut Nyai, yaitu Mbah Hanggoro alias bambah Bathok dan Mbah Singomerjo alias eyang blender. Nama itu di ungkapkan Tohidin (50) saat beristirahat dan tertidur di sekitar makam,”Waktu tahun lalu saya selesai mencangkul dan beristirahat kemudian tertidur datang dua orang menemui saya, orangnya tinggi besar dan berjenggot dia mengaku nama Hanggoro dan Singomerjo, dia berdua juga berpesan untuk tidak merusak dan mengambil apa yang ada di daerah makam seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan lainnya apalagi sampai merusak tanah.”katanya.
“Kalau di Wilayah ini khususnya RW 07, Banyak makam keramat. Di sebelah selatan sungai juga ada makam Raden Ayu, Makanya jangan sombong dan ngomong sembarangan jika melewati makam ini, karena banyak penghuninya,” tambah Tohidin Warga setempat.
Dari makam seorang perempuan dan bentuk batu lumpang serta suara yang sering terdengar itulah warga sekitar menamai dengan sebutan Nyai Lumpang.
Darmakradenan_Guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan kepedulian lingkungan, Pemkab Banyumas melalui Dinas Cipta Karya membangun 14 bak sampah di beberapa lokasi Wilayah RW Desa Darmakradenan,Kecamatan Ajibarang.
Kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program penanganan sampah merupakan salah satu dukungan terhadap program pembangunan daerah.Penanganan persoalan sampah juga tidak harus tergantung pada peran pemerintah, namun penanganan dimulai dari kita semua sebagai warga masyarakat, sehingga pengurangan sampah dari sumbernya bisa terwujud.
Demikian disampaikan Kepala Seksi Pembangunan Desa Darmakradenan Rasid saat ditemuai PusInfoDarma di lokasi pembangunan bak sampah, senin (11/8) kemarin. Menurutnya, kerelaan para warga yang memberikan lahan untuk sarana pembangunan bak sampah, merupahkan faktor utama dalam mendukung terlaksananya kegiatan tersebut.
“Masyarakat harus peduli terhadap persoalan sampah, dan harus merasa ikut menjaga kebersihan lingkungan desa ini, Kita akan perang terhadap warga yang buang sampah sembarangan, masyarakat juga harus ikut terlibat,” pungkasnya.
Rasid juga menjelaskan bak sampah yang berukuran 180×160 cm ini dibangun secara permanen di beberapa lokasi RW, jumlah 14 bak sampah tersebut dibangun di wilayah RW 01, 02, 03, 08, dan RW 09. Dari satu bak sampah terbagi dalam dua jenis yaitu tempat untuk membuang sampah organik dan non organik.
Kepala Desa Darmakradenan, Harjono berharap demi terciptanya suasana lingkungan yang sehat bagi seluruh lapisan, masyarakat harus bisa menjaga kebersihan dan jangan sampai membuang sampah sembarangan, mengingat dalam dua tahun ini warga banyak yang terserang DBD. Dia mengatakan, dari jumlah 65 bak sampah yang diajukan beberapa tahun lalu, hanya terealisasi 14 buah. Usai dibangun, lanjut dia, dari pihak pemerintah nantinya bak sampah tersebut akan diserahkan kepada masyarakat di wilayah RW untuk menjadi tanggung jawab bersama.
Harjono juga mengatakan, sampah-sampah yang ada di bak tersebut nantinya akan dipungut oleh truk sampah untuk dibuang ke tempat yang telah ditentukan pemerintah yaitu Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Salah seorang masyarakat, Rasito, warga Grumbul Pegawulan tengah mengapresiasi kepada pihak desa yang telah mengajukan pembangunan bak sampah tersebut dan juga kepada pihak pemerintah yang telah memberikan bantuan. Secara pribadi Ia mengatakan, bahwa dengan dibangunnya bak sampah di desa nya, mengurangi tumpukan sampah yang berserakan di lingkungannya. Selain itu, para warga tidak lagi kebingungan kemana mau membuang sampah. “Kegiatan ini lebih ditingkatkan pemerintah demi terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat di Desa Darmakradenan,” harapnya.
DARMAKRADENAN, PusInfoDarma; Sengketa tanah antara PT Rumpun Sari Antan (RSA) dengan warga Desa Darmakradenan memasuki babak baru. Antara dua belah pihak telah menyepakati pembatasan lahan kebun yang dapat dipergunakan.
“Pemasangan patok pembatas ini sebagai tindak lanjut pertemuan pada 17 September 2014 di Hotel Horison yang menghasilkan keputusan PT RSA atas nama Kebun Darmakradenan berhak mengelola lahan seluas 227, 65 Hektare dengan sertifikat HGU nomor 19/HGU/BPN/1994 tanggal 20 April 1994 berakhir 31 Desember 2018,” kata Tjuk Sugiharto, yang mewakili PT RSA, Senin (27/10).
Ia menambahkan, sekitar 110 Hektare diperbolehkan untuk dimanfaatkan oleh masyarakat Darmakradenan untuk 325 warga yang tidak boleh dialihkan kepada pihak luar.
“Adapun yang seluas 117,65 Hektare dikelola oleh Kebun Darmakradenan dengan komoditas karet dan kakao dengan ketentuan/kesepakatan tidak diganggu oleh masyarakat,” ujarnya.
Selain itu, masyarakat penggarap tidak diperbolehkan mendirikan bangunan atau rumah tinggal dan diwajibkan membayar pajak sesuai dengan luas lahan garapannya. Pada poin berikutnya, PT RSA akan memberikan sebagian hasil usahanya setiap tahun dalam bentuk CSR untuk kegiatan sosial masyarakat Darmakradenan.
Kepala Desa Darmakradenan, Harjono mengatakan, pemasangan patok pembatas antara kebun milik PT RSA dan warga diharapkan tidak akan terjadi lagi gesekan atau tuduhan saling menyerobot lahan.
“Kesepakatan kedua belah pihak sudah terang benderang tertulis di berita acara kesepakatan yang ditandatangani oleh PT RSA, warga yang diwakili Darsum, Komandan Koramil 13 Ajibarang, Camat Ajibarang, Kades Darmakradenan, Kapolsek Ajibarang, Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Banyumas,” katanya.
Pada waktu pemasangan patok pembatas itu juga disaksikan Kapolsek Ajibarang serta Danramil 13 Ajibarang, Kades Darmakradenan serta warga.“Pematokan pembatasan lahan secara simbolis dipasang di dua titik. Semoga masyarakat memahami keputusan tersebut,” katanya.
DARMAKRADENAN (PusInfoDarma): Ratusan Warga Darmakradenan yang tinggal di sekitar sungai menggelar tradisi gebyuk ikan di sungai Tajum, Senin (08/9) belum lama ini.
Setiap musim kemarau, hampir semua warga di sekitar Sungai Tajum Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, terutama kaum ibu mencari Ikan di sepanjang Sungai Tajum, sungai Besar yang melintasi Desa mereka.
Gebyuk Kali adalah tradisi sejak dulu di lakukan warga RW 06 Grumbul Kesal dan RW 07 Grumbul Darma Wetan Kali, menangkap ikan dengan menggunakan sirib atau sejenis jaring yang dibuat berbentuk segi empat secara beramai-ramai, gebyuk ikan pun dimulai sejak jaman nenek moyang mereka hingga sekarang.
menurut Saefudin (42) warga setempat.” Tradisi gebyuk ikan itu sudah jadi tradisi warga sekitar sungai Tajum, khususnya warga Desa Darmakradenan selama berpuluh – puluh tahun.”Katanya sambil mengusap keringat.
Dia menambahkan.”Kami serombongan secara beramai-ramai akan berendam menyusuri sungai mencari ikan sampai dapat hingga menjelang maghrib nanti.ucap Bapak dua anak ini.
Selanjutnya menurut Kepala Desa Darmakradenan H.Harjono Fauzan saat di hubungi via ponselnya, beliau mengatakan,”hal itu wajar-wajar saja yang penting tidak menggunakan obat- obatan yang nantinya dapat membunuh benih ikan, kalau ada yang menggunakan obat- obatan akan saya kasih sanksi, karena aturan itu sudah di buat dalam Peraturan Desa,”tegas beliau.
Sementara ikan-ikan yang mereka dapatkan di antaranya ikan Munjair, Tawes, Melem. Bagi mereka dimusim kemarau suatu kesempatan memperoleh banyak ikan di sungai secara gratis, karena debit airnya menyusut sehingga ikan mudah ditangkap.
selain untuk lauk pauk di rumah, ikan-ikan itu juga nantinya untuk di jual.”ini suatu keberkahan bagi saya, lumayan buat beli susu anak,” Ujar joni warga Grumbul Kesal.(ip79)
PusInfoDarma_ Intensitas hujan di Banyumas Raya belakangan ini makin tinggi. Bahkan, hujan deras yang megguyur mengancam beberapa desa di wilayah Kecamatan Ajibarang, terutama Desa Darmakradenan.
Berdasarkan catatan, hampir setiap tahun tapatnya ketika memasuki penghujan desa ini kerap terjadi musibah bencana tanah longsor. Sedikitnya ada delapan lokasi rawan longsor di Desa yang dihuni 3560 kepala keluarga (KK) atau 10.650 jiwa tersebut. Kebanyakan terletak di RW 1,2,3,4,5,8 dan 9.Selain kerap mengancam rumah, jalan penghubung Darmakradenan-Gumelar pun menjadi ancaman berikutnya. Sebab, tebing disekitar jalan itu kemiringannya tegak lurus.
Kepala Desa Darmakradenan mengakui bahwa wilayah setempat tidak layak dijadikan tempat permikuman. Bapak nomor satu di Desa Darmakradenan juga menjelaskan, wilayah setempat masih potensial terjadi longsor pada musim penghujan. Alasannya karena permukiman itu berada di perbukitan dengan kemiringan tanah antara 48 hingga 60 derajat.Dengan demikian, air tidak dapat meresap langsung ke tanah melainkan langsung mengalir ke bawah. OLeh karena itu, daerah setempat potensial terkena longsor.
Selain itu, drainase di daerah tersebut tidak bagus.Untuk menghindari kemungkinan yang terjadi, aparat Desa Darmakradenan meminta agar warga makin waspada. Disamping itu, desa memberikan arahan kepada warga yang permukimannya dibawah tebing untuk mengungsi yang dianggap cukup nyaman, bila hujan lebat.
“Disini kontur tanahnya cukup labil, dan rentan terjadi bencana tanah longsor terutama saat penghujan datang,” tambah Kades Darmakradenan Harjono melalui akunnya beberapa waktu lalu.Selain itu, kata dia, warga diminta untuk memperbaiki dan membuat saluran air tepat diatas tanah bertebing, serta menebang sejumlah pohon untuk mengurangi beban tanah. Dengan demikian, jika hujan melanda aliran air bisa mengalir, dan bencana alam tanah longsor tidak meluas. Untuk itu pihaknya berpesan kepada warga agar tetap waspada saat penghujan datang.