AJIBARANG – Berkurban pada Hari Raya Idhul Adha memberi pesan moral kepada umat Islam, salah satunya membangun kepedulian sosial antarsesama. Berkuraban sapi atau kambing ini disambut antusias seluruh lapisan masyarakat, khususnya warga Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang karena kegiatan itu merupakan suatu ibadah.
Untuk mendukung kegiatan sosial melalui berkurban, warga wilayah RW 08 Grumbul Cipecang Desa Darmakradenan sebelumnya menggalang dana setiap seminggu sekali sebesar Rp 4 ribu. Adapun warga yang memberikan iuran sebanyak 49 orang.
“Dengan menggunakan sistem arisan mereka mampu kurban satu ekor sapi untuk tujuh orang,” terang Ketua RT 7 RW 8, Rajiwan.
Sistem penggalangan dana ini terbilang ringan dan mudah. Tak heran, penggalangan dana dengan metode arisan ini langsung diikuti oleh warga lain di desa setempat. Hasil positifnya, setiap tahun warga bisa menikmati banyak daging kurban.
Rajiwan mengatakan pada tahun sebelumnya warga sangat prihatin karena sulit untuk mendapatkan daging kurban. Untuk memenuhi permintaan daging kepada warga tidak mampu ia harus mendaftarkan daging kurban untuk warganya ke wilayah RT lain.
“Tapi sekarang Alhamdulilah dengan cara arisan di setiap tahun, warga saya yang kurang mampu sekarang bisa berkurban dengan satu ekor sapi untuk tujuh orang,” katanya.
Bahkan, sambung dia, daging kurban ini bisa dibagikan secara luas hingga ke wilayah wilayah RT lain. “Sistem arisan seperti ini sudah berjalan sekitar empat tahun. Ini akan terus dipertahankan dan kami berharap warga terus berpartisipasi memberi iuran untuk kurban pada tahun depan,” paparnya.
Sementara itu, berdasarkan pantauan PusInfoDarma, hewan kurban pada tahun ini tercatat 20 ekor sapi dan 83 ekor kambing. Kegiatan kurban ini tersebar di seluruh Rukun Warga (RW) yang ada di Desa darmakradenan. Hasil pemantauan juga tidak ditemukan indikasi penyakit pada daging kurban. Semuanya layak untuk dikonsumsi.(ip79).
PURWOKERTO_ Bupati Banyumas Achmad Husein menyatakan, tetap berkomitmen untuk menyelesaikan masalah konflik agraria antara warga Desa Darmakradenan Kecamatan Ajjibarang dengan PT Rumpun Sari Antan (RSA), selaku pemegang hak guna usaha sampai tahun 2018. “Saya juga sudah berulang kali memberi penjelasan. Ini tidak hanya kali ini saja, saat mereka (warga dan aliansi masyarakat dan mahasiswa) menanyakan kembali pada peringatan Hari Tani Internasional ini,” kata Bupati, Senin (28/9).
Menurutnya, pengajuan izin perpanjangan Hak Guna Usaha PT Rumpun Sari Antan itu, baru bisa diajukan lagi September 2016 mendatang. Sehingga dia enggan disebut selama ini tak berbuat apa-apa dan seolah menutup mata maupun dianggap tidak membela rakyatnya sendiri. “Pengajuannya (perpanjangan,red) saja belum dilakukan, kita bisa apa ? Bupati itu, hanya satu dari tujuh bagian terkait yang termasuk dalam tim B. Yakni tim yang nantinya menentukan apakah pengajuan izin HGU itu di setujui atau tidak,” kata Husein, terpisah.
Dia menegaskan, tetap berkomitmen untuk ikut menyelesaikan konflik yang sudah berlangsung puluhan tahun tersebut. Sehingga alasan tidak mau menemui pendemo, selain sudah pernah memberi penjelasan, juga harus menyelesaikan pekerjaan kedinasan lain, yang juga butuh diselesaikan.
Ajibarang_ Cuaca di wilayah Kabupaten Banyumas pagi itu tampak cerah. Udara sejuk di wilayah Dusun Kedung Iyom, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang terasa, apalagi aliran sungai berdesau dan rerimbunan pohon bambu serta kayu keras melengkapi kesejukan. Hampir setiap hari warga di dusun itu harus menyusuri Sungai Tajum untuk memulai aktivitas mereka, baik yang menjadi pelajar, pedagang maupun buruh tani.
Akses jalan menyeberangi sungai merupakan jalur vital bagi warga setempat. ”Kalau menyeberangi sungai jarak tempuh ke sekolah maupun pemerintah desa menjadi lebih dekat,” kata warga setempat, Syarif Hidayat (38).
Selain menyeberangi sungai, sebenarnya ada jalan alternatif lain melewati jalan Desa Kracak. Namun, jaraknya jauh dan kondisi infrastrukturnya rusak. Apabila diukur jarak dari Dusun Kedung Iyom ke MI Maarif mencapai lima kilometer. Padahal, tidak semua warga di dusun itu memiliki motor. Dengan demikian, warga lebih memilih menyeberangi sungai.
Mereka terpaksa memanfaatkan jalan alternatif melewati Desa Kracak ketika sungai sedang banjir besar. ”Warga takut kalau banjir besar, sehingga meskipun jaraknya jauh tetap saja dilewati. Kalau tidak anak-anak malah jadi tidak bersekolah,” tuturnya.
Anak-anak sekolah terutama yang masih mengenyam pendidikan dasar biasanya mereka digendong, khusus bagi mereka yang sudah kelas empat hingga enam ada berjalan sendiri. Mereka melepas sepatu sebelum menyeberang dan kemudian memakai lagi setelah menyeberangi sungai. Itu sudah rutin dilakukan setiap hari. ”Tidak mungkin sepatu tetap dipakai nanti malah basah,” kata siswi MI Ma’arif Darmakradenan, Sofi.
Di dusun itu terdapat 50 kepala keluarga dengan jumlah penduduk sekitar 200 jiwa. Rata-rata pekerjaan warga adalah buruh tani dan pedagang hasil pertanian di Pasar Ajibarang. Di dusun itu merupakan dusun terpencil dan terisolasi, sehingga sudah bertahun-tahun warganya menjalani aktivitas dengan menyusuri sungai. ”Terkadang ketika banjir tapi tidak besar ada warga yang membuat gethek untuk menyeberang warga. Biasanya warga membayar Rp 500 untuk anak-anak dan Rp 1.000 untuk orang dewasa,” kata perangkat Desa Darmakradenan, Ahmad Miftah.
Rencana Pembangunan Permasalahan itu sebenarnya sudah sering disampaikan warga ke pemerintah desa melalui musyawarah warga supaya dibangun jembatan gantung. Bahkan, pemerintah desa telah menampung aspirasi warga pada usulan rencana pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Dalam penyusunan RPJMDes memunculkan permasalahan dan potensi hasil pembahasan yang partisipatif, salah satunya masalah jalan penghubung di RT 02 ke RT 03 RW 06 terhalang Sungai Tajum sehingga perlu jembatan gantung. ”Kami sudah mengusulkan pembangunan ke pemerintah daerah tiga kali, namun belum juga terealisasi,” kata Kades Darmakradenan, Harjono.
Dalam usulan tersebut, rencana pembangunan jembatan gantung membutuhkan anggaran sekitar Rp 650 juta. Anggaran tersebut untuk membangun jembatan gantung dengan lebar 160 centimeter dan panjang 65 meter. ”Kami mengusulkan pembangunan ke pemerintah daerah karena tidak mampu menganggarkan anggaran sebesar itu,” ujar dia.
Karena itu, tahun ini akan diusulkan lagi ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Namun, sebelum diusulkan pemerintah desa diminta mengkaji kembali usulan tersebut dengan melibatkan konsultan. ”Tapi di dalam penggunaan anggaran desa tidak ada ketentuan penggunaan anggaran untuk membayar konsultan, sehingga menjadi kendala,” kata Harjono.
Adapun swadaya warga untuk membayar konsultan pembangunan dimungkinkan kurang mampu, karena jasa konsultan besar. ”Warga biasanya melakukan swadaya dengan kerja bakti. Kalau swadaya dana besar mereka kurang mampu,” katanya lagi. Dengan demikian, kini warga hanya merindukan dan mengharapkan kapan jembatan gantung terealisasi. Usulan jembatan gantung dinilai sangat prioritas untuk kelancaran aktivitas warga masyarakat, bahkan dapat membuka akses jalan baru menghubungkan Desa Darmakradenan ke Desa Kracak melintasi Dusun Kedung Iyom. ”Kami berharap rencana pembangunan yang telah diusulkan ke desa dan pemerintah daerah dapat terealisasi untuk kepentingan warga,” kata Syarif (17).
Warga masyarkat Darmakradenan masih menggunakan cara tradisional untuk memisahkan padi yang berisi (gabah) dengan sampah atau padi yang tidak berisi (merang). yaitu proses dengan tampah yang digoyang-goyangkan memutar,lalu padi yang tak berisi akan berkumpul diposisi paling atas, setelah itu, tampah kembali digerakan ke atas dan kebawah sehingga seperti terbang lalu ditangkap kembali oleh tampah itu tadi.Proses ini biasa dilakukan usai panen sebelum dikeringkan.
Seperti yang dilakukan warga Grumbul Kesal selain sebagai nelayan, warga yang berada di sebelah timur Sungai Tajum itu banyak yang kesehariannya sebagai buruh tani, atau buruh perkebunan, sedangkan sebagai petani pemilik sawah khususnya terhitung sedikit apalagi sebagai pegawai negeri.
Salah satu pemilik sawah Ani Khafidoh (38) ketika usai panen dia selalu memberikan kerjaan kepada warga sekitar mulai dari mencangkul, merawat, dan memanen hasil tanaman padinya.” saya alhamdulillah memiliki sawah cukup luas dan kalau saya dengan suami menggarapnya ya waktunya ga ada, jadi saya memberikan pekerjaan kepada warga sekitar.” katanya, Sabtu (29/3).
Biarpun hasil panennya dihitung pas dengan modal saat ini, selain untuk biaya perawatan sawah, Ani harus mempekerjakan enam sampai tujuh orang usai panen,”lumayan untuk tambahan bagi mereka yang menganggur.” Lanjut ibu yang beranak kembar ini.
Bagi para pekerja buruh yang keseharinya sebagai ibu rumah tangga, mereka diberi ongkos untuk napeni rata-rata per setengah hari 25 sampai 30 ribu rupiah. Biarpun sedikit bagi mereka disamping sebagai kerja sampingan, mereka anggap sebagai wujud kegotong-royongan.
Dikatakannya Sariyah (40) “setiap hari warga sini khususnya ibu-ibu tidak ada kerjaan mas, dari pada jenuh di rumah lanjut dia, mending bekerja sebagai tukang napeni, lumayan buat tambahan biaya sekolah anak”.Ucap dia kepada PusInfoDarma baru-baru ini.
Darmakradenan_ Sebuah Pohon Bayur di Desa Darmakradenan Kecamatan Ajibarang roboh di tebang pembeli (Warsum), naasnya mengenai rumah milik Ahmad Sajono (55) warga Grumbul Pegawulan Kulon RT 06 RW 01. Beruntung pemilik sedang keluar rumah.
Hal ini disebabkan karena pembeli menebang kayu tak hati-hati sehingga menimpa bangunan permanen. Pohon besar berdiameter 120 cm yang ambruk menimpa bagian depan rumah. Sutrisno (40) pemilik pohon kaget saat melihat pohon yang di tebang menimpa rumah tetangganya .
Kini sejumlah warga masih sibuk membersihkan puing-puing reruntuhan bangunan rumah korban serta pohon yang menimpa bangunan depan rumah korban itu. Kejadian tersebut mengakibatkan angkutan di jalan desa tersendat. Kabel jaringan listrik dan telepon juga ikut terputus.
“Korban saat kejadian sedang berada di luar rumah. Di sini juga banyak ibu-ibu suka duduk-duduk ngobrol, persis di depan rumah yang tertimpa pohon,” terang pemilik kayu Sutrisno, Senin (05/01).
Selain itu, Sutrisno menjelaskan saat penebangan pohon sebenarnya sudah ditarik ke tempat yang lebih aman, mungkin beban berat daun yang belum habis di tebang, sehingga sulit dikendalikan penebang sehingga menimpa rumah.
Rumah yang dihuni 5 Anggota keluarga bagian depan rusak parah, Sedangkan kerugian materialnya tidak lebih dari sekitar Rp 10 juta.
Sementara Kepala Desa Darmakradenan, Harjono Fauzan menegaskan sejumlah warga sekitar sudah berusaha membersihkan puing reruntuhan rumah korban. Selain itu, juga menyingkirkan pohon yang menimpa rumah korban.
“Kami menghimbau warga jika ada penebangan kayu, maupun jika hujan lebat di sertai angin agar waspada dan berhati-hati karena bencana masih rawan terjadi selama musim penghujan,” pungkasnya.